Eksegesis
(Berpikir Secara Kontekstual dan
Paragraf)
Sebagaimana
ciri surat pada abad I, SSK juga memiliki bentuk:
-
nama penulis
-
nama penerima
-
salam
-
doa harapan atau ucapan syukur (tidak selalu
ada dalam surat-surat PB)
-
tubuh surat
-
salam penutup dan salam perpisahan
Tugas menafsirkan SSK bukan sesuatu yang
mudah. Alasannya terletak pada sifat SSK
yang disebut sebagai dokumen tidak berkala,
yaitu dokumen yang muncul karena dan dimaksudkan untuk suatu peristiwa khusus. Selain itu SSK ditulis pada abad I dan bukan
ditujukan untuk kita.
Oleh karena
sifatnya yang tak berkala itu, SSK pertama-tama bukan ditulis sebagai risalah teologi atau teologi sistimatika dari
Paulus. Memang ada teologi di dalamnya
yang merupakan teologi tugas, yaitu teologi yang ditulis dan diarahkan pada tugas
yang ada. Namun itupun hanya sebagian
dari teologinya. Contoh dalam I
Korintus: masalah kebangkitan tubuh.
Karena sifat SSK demikian, maka pedoman untuk menafsirkannya adalah
dengan selalu memperhatikan konteks historis dan konteks sastra.
a. Konteks Historis
Ini mencakup konteks dalam
(latar belakang dari segala sesuatu yang dikatakan oleh teks) dan konteks
luar (alasan kemunculan surat).
Kedua konteks ini menuntut penyelidikan terhadap keadaan pembaca,
penulis, kota, situasi sosial, ekonomi, politik, dll. Cara mendapatkan informasi ini adalah:
- mencari
keterangan dari kamus Alkitab, ensiklopedia, buku-buku survey PB, dll.
- membaca SSK
yang bersangkutan berulang kali untuk mendapatkan gambaran tentang sikap
penerima, penulis, alasan penulisan dan pembagian yang wajar dari
surat. Tidak ada hal lain yang
dapat menggantikan tugas membaca ini.
b. Konteks Sastra
Membaca sambil berpikir secara
paragraf adalah syarat untuk
mengetahui konteks sastra SSK. Khususnya
I Korintus, SSK berisi pokok-pokok pembicaraan yang berbentuk paragraph. Caranya adalah dengan selalu menanyakan apa isi/maksud penulis dalam paragraph ini?
Eksposisi
Bagaimana menerapkan hasil eksegesis
surat kiriman yang ditulis abad 1 pada abad 21 ini dengan konteks
kehidupan yang jauh berbeda dan
bermacam-macam. Ingat selalu pada dua
peraturan.
Peraturan dasar : suatu teks tidak
dapat mempunyai arti yang tidak pernah dimaksudkan oleh penulis dan pembacanya. Dengan kata lain : setiap teks selalu
dimengerti oleh pembaca dan penulis.
Oleh sebab itu eksegesis sangat perlu, sebab penyelidikan teks harus
dimulai dari there (di sana) and then/past (dulu), bukan here (di
sini) and now (sekarang). Ini
akan mencegah kita untuk membatasi apa yang tidak dimaksudkan teks.
Peraturan kedua: kapan saja kita
mengalami fakta-fakta yang sebanding (yaitu
situasi kehidupan khusus yng serupa) dengan keadaan abad pertama, maka Firman
Allah kepada kita adalah sama dengan FirmanNya pada mereka. Sekali lagi: eksegesis yang baik akan
meyakinkan kita bahwa situasi dan fakta kita akan sebanding dengan mereka.
Pertanyaan: bagaimana jika
suatu teks, cth: makan daging yang dipersembahkan pada berhala, dapat diterapkan
di luar fakta khusus ini? Setidaknya ada
4 persoalan yang senada dengan masalah ini.
a. Masalah Penerapan yang Diperluas (jika fakta abad
21 tidak
ada pada abad
1)
Dapatkah fakta khusus dalam SSK
diterapkan secara lebih luas? Jika
terdapat situasi dan fakta yang sebanding di abad maka Firman Allah kepada
kita, seharusnya dibatasi oleh maksud mula-mula teks. Kadang kita tidak tahu persis apa yang
dilarang/tidak dimaksud oleh teks.
Namun setidak-tidaknya, kita mengetahui apa yang dimaksud oleh
teks.
b. Masalah Fakta-Fakta yang Tidak Sebanding (jika fakta di abad
1 tidak ada
lagi di abad 21)
Kadang-kadang fakta yang terdapat
dalan SSK tidak memiliki fakta imbangan sama sekali dengan abad 21. Cth: di Indonesia, tidak menjadi masalah jika
seorang wanita tidak memakai kerudung saat ibadah. Lalu bagaimana teks ini berbicara pada kita?
Pertama: lakukan eksegesis dengan
teliti dan temukan prinsip atau kebenarna kekal, yang biasannya
akan melebihi fakta historis dimana prinsip itu diterapkan. Untuk masalah di atas, kita menemukan prinsip
ketundukan pada suami/laki-laki (otoritas yang lebih tinggi)
Kedua: terapkan prinsip itu pada fakta yang benar-benar
sebanding. Dalam situasi/fakta bagaimanakah prinsip ketundukan pada
suami dapat diterapkan dalam konteks Indonesia?
Salah satu bentuk ketundukan pada suami ialah tidak menjelek-jelekkan
atau membentak suami di depan umum.
c. Persoalan Relativitas Kebudayaan
Inilah letak kesulitan penerapan
SSK. Bagaimana Firman Allah yang kekal
dapat diterapkan pada situasi kebudayaan abad 21 yang sangat jauh berbeda
dengan abad 1? Dengan kata lain:
bagaimana membedakan yang prinsip (FA yang harus dibawa ke abad 21) dan budaya
(yang harus ditinggalkan di abad 1)?
Garis pedoman:
- bedakan
pokok inti (core) dan masalah yang
bergantung pada pokok itu (margin)
- bedakan yang
moral/mutlak dan tidak. Masalah
moral berhubungan dengan dosa yang selalu salah.
- kesaksian
seragam maupun yang berbeda dari teks PB yang lain . Cth: yang seragam: masalah kasih,
salahnya pertengkaran. Yang tidak
seragam: masalah wanita yang boleh melayani (Rom.16:1-2,3,7) dan tidak
boleh melayani (I Kor.14:34-35 dan I Tim.2:11-12); masalah politik
(Rom.13:1-5, I Pet.2:11-12 dipertentangkan dengan Wahyu pasal 13-18). Jika ada yang berbeda, selidiki latar
belakang masing-masing. Bisa jadi
keduanya ternyata sama/seragam.
- bedakan
prinsip dan penerapan khusus di PB (budaya)
- jika budaya
di PB hanya satu-satunya pilihan.
Cth: masalah perbudakan.
Orang Kristen memperlakukan budak, jauh lebih manusiawi ketimbang
budaya lain.
- berjaga-jaga
terhadap perbedaan budaya yang tidak segera tampak. Cth: tidak mungkin wanita jaman sekarang
tidak terlibat dalam pelayanan karena kesempatan pendidikan sekarang jauh
lebih terbuka dari pada abad 1.
d. Persoalan Teologi Tugas
Karena SSK adalah dokumen tak berkala
dan karena persoalan teologi tugas, maka kita harus puas dengan pengertian
teologis kita. Di luar yang ditegaskan
teks, maka segala sesuatu adalah spekulasi semata.
Kadang persoalan muncul karena kita
menanyakan pertanyaan-pertanyaan kita pada teks yang karena sifat tak
berkalanya hanya dapat menjawab pertanyaan mereka. Akibatnya kita tidak menemukan jawaban
yang memuaskan untuk masalah aborsi, baptisan bayi, merokok, euthanasia. Cth:
Paulus menghadapi masalah pernikahan kembali dalam lingkungan Yunani
yang pada masa Yesus, Ia tidak sempat membicarakannya karena itu di luar budaya
Yahudi. Lalu bagaimana? Telitilah dasar
seluruh Alkitab yang meliputi pengertian tentang penciptaan – penyempurnaan
akhir.
No comments:
Post a Comment