Thursday 26 March 2015

Dosa yang Sengaja , apakah masih bisa diampuni?

Ini adalah Hasil diskusi kelompok yang saya rangkum dalam sebuah tulisan...
Pokok Masalah  :
·        Apakah dosa yang di Sengaja setelah mengetahui kebenaran dan tidak lagi ada korban untuk menghapusnya ?

Pembahasan :
Menurut kelompok kami bahwa dosa yang di lakukan secara sengaja tidak akan ada lagi korban penghapus dosa ,kenapa kelompok kami bisa katakan begitu
·        Kita harus tahu Orang yang melakukan dosa sengaja adalah orang yang tahu kebenaran atau tidak ?
·        Kita juga harus pahami dosa yang sengaja itu seperti apa ?
·        Apa yang di maksud penulis dalam kitab ibrani sehingga ia bisa mengatakan seperti itu ?
Kelompok kami akan mulai membahasnya lebih terperinci sebagai berikut

Semua orang yang menyelidiki hidup mereka berdasarkan ajaran Yesus akan menemukan dosa. Mungkin dosa itu tidak sering dilakukan atau menyolok, tetapi tidak satu pun dari kita telah hidup sesuai dengan yang dinyatakan Yesus mengenai sifat Bapa. Kita juga harus mengakui bahwa sebagian dari dosa itu kita lakukan dengan sengaja. bukannya dengan sengaja ingin berbuat dosa, tetapi dalam hati kita mengetahui bahwa beberapa tindakan atau perbuatan kita itu salah (paling tidak bagi kita, mungkin juga bagi setiap orang). Meskipun demikian, kita membungkam suara hati kita dan tetap berbuat dosa. Kadang-kadang kita bahkan mungkin menyadari bahwa kita telah merencanakan dosa itu dengan teliti, atau setidaknya menyerah kepada godaan, dengan mengetahui sepenuhnya bahwa kita akan kalah (dalam hati atau pikiran).
Jika hal ini secara tepat menggambarkan keadaan manusia, maka pernyataan Ibrani 10:26 terasa sangat mengganggu. Apakah ayat tersebut membedakan antara dosa yang disengaja dan tidak disengaja seperti dalam Perjanjian Lama? Apakah ayat tersebut mengatakan bahwa ada pengampunan untuk dosa yang terjadi secara kebetulan atau tidak disengaja, tetapi tidak ada pengampunan untuk dosa yang disengaja? Dan jika itu yang terjadi, apakah kita semua yang sengaja melakukan dosa setelah pertobatan akan binasa? Jika memang demikian artinya, maka ayat di atas akan menimbulkan kengerian dan keputusasaan, bukan hanya keprihatinan.
Pokok pembahasan Kitab Ibrani, yang memandang hidup ini berdasarkan Yesus yang telah datang dan mati bagi dosa. Jika Yesus memahami kelemahan manusia dan menolong mereka yang mengalami pencobaan (Ibrani 2:17-18; 4:15), maka tidak mungkin Dia tidak memahami kegagalan kita. Demikian pula jika seseorang melakukan pelanggaran, maka tanggapan Paulus terhadapnya adalah mengarahkannya ke jalan yang benar (Galatia 6:1), meskipun dosanya cukup serius (2Korintus 2:5-11).

      
    Pokok pembahasan Kitab Ibrani akan terlihat secara paling jelas dengan mengikuti jalan pikiran penulis. Setelah mencatat pentingnya pengorbanan Kristus dalam Ibrani 10:1-18,
 Penulis mendesak para pembaca untuk mendekat kepada Allah dengan keyakinan (ayat 19-22). Hal ini diungkapkan dengan
(1) berpegang pada keyakinan yang kita miliki dalam Kristus,
 (2) saling mendorong untuk mempraktlkkan hidup yang beriman dan
 (3) bersekutu (ayat 23-25).
Lawan dari tindakan di atas adalah menarik diri dari persekutuan Kristen, tidak lagi menunjukkan iman di depan umum, dan tidak lagi berserah kepada Kristus dan berharap kepada-Nya. Dengan kata lain, lawannya adalah kemurtadan.



Kita dapat melihat dengan jelas bahwa hal inilah yang menjadi pokok bahasan dalam Ibrani 10:29, di mana mereka yang melakukan dosa secara "sengaja" yaitu
·        digambarkan sebagai orang-orang yang telah "menginjak-nginjak Anak Allah,"
·         menganggap "darah perjanjian" sebagai hal yang najis (dengan kata lain, memandang kematian Yesus seperti kematian para penjahat lain)
·        "menghina Roh kasih karunia"
Ini merupakan dosa yang disengaja, yang berarti bahwa orang tersebut dengan sengaja menolak kekristenan, Yesus, kematian-Nya, dan pengalaman pribadi mengenai Roh Kudus (ini adalah penghinaan terhadap Roh Kudus, dan merupakan sikap yang dicela dalam Kitab Markus 3:28-29).

           Masalahnya bukanlah orang-orang yang dengan sengaja berbuat dosa (atau murtad) itu tidak mengetahui kebenaran. Penulis mengungkapkan hal tersebut dengan jelas. Namun "sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran" perbuatan itu menjadi dosa yang serius. Seperti disebutkan dalam Ibrani 6:4-8, mereka telah diterima sepenuhnya ke dalam kekristenan, karena kalimat "pengetahuan akan kebenaran" dalam penulisan Perjanjian Baru secara umum berarti telah menjadi Kristen dan mengalami pertobatan sepenuhnya (Yohanes 8:32; lTimotius 2:4; 4:3; 2Timotius 2:25; Titus 1:1; 1Yohanes 2:21; 2Yohanes 1).
Tetapi mereka lebih suka menolak pengalaman mereka akan Kristus. Seandainya mereka memperoleh gambaran yang salah tentang kekristenan mungkin masih ada harapan, karena mereka dapat memperbaiki kesalahan itu. Tetapi mereka memiliki "hati yang jahat dan tidak percaya oleh karena murtad dari Allah yang hidup" (Ibrani 3:12). Bagi orang-orang semacam itu tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa; mereka telah menolak satu-satunya korban yang ada. Sekarang yang tertinggal hanyalah penghakiman Allah.

Tuhan Yesus Memberkati..

Thursday 5 March 2015

Laporan baca Teologi Penginjilan- Pdt. Dr. STEPHEN TONG

LAPORAN BACA

JUDUL BUKU         : TEOLOGI PENGINJILAN
PENULIS                  : Pdt. Dr. STEPHEN TONG
PENERBIT               : LRRI, JOGJAKARTA 1988

Hasil gambar untuk Teologi Penginjilan- Pdt. Dr. STEPHEN TONG
Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa- dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci (I Korintus 15:3-4)
Kematian dan kebangkitan Kristus merupakan dua hal yang menjadi fondasi Injil. Apakah itu Injil? Injil adalah satu-satunya kabar baik dari Tuhan Allah, yang Ditujukan bagi orang berdosa, bahwa Kristus yang diutus oleh Allah sudah mati dan sudah bangkit menjadi Penebus orang berdosa. Dia mati karena dosa kita masing-masing, dan Dia bangkit dengan tujuan memberikan kebenaran Allah kepada kita, yang datang kepadaNya. Ada sifat penting dalam Injil yang harus kita pertahankan. Gereja yang kehilangan pegangan atas sifat Injil yang penting ini, pasti akan menjadi gereja yang berkompromi. Sifat paling mendasar dari Injil adalah sifat penebusan -- The redemptive nature of the Gospel --. Injil bukan satu pengajaran baru, bukan semacam perubahan moral, bukan satu popularisasi dari ajaran agama Kristen. Mengabarkan Injil bukan satu gerakan menambah anggota gereja, bukan suatu pidato mengenai keagamaan. Mengabarkan Injil merupakan peperangan yang membawa manusia keluar dari tangan setan masuk ke dalam tangan Allah.
Jikalau kita betul-betul mengetahui apakah artinya Penginjilan, kita tidak mungkin Penginjilan tanpa semangat, jikalau kita belum mengerti apa sifat Injil yang sejati, kita tidak mungkin membedakan kegiatan kita dengan kegiatan agama-agama yang lain. Sifat Penginjilan, berdasarkan sifat esensi dari Injil itu sendiri. Injil bersifat penebusan, yang tidak ada di dalam agama lain. Jikalau agama-agama mengajar manusia berbuat baik, dan orang-orang yang menganut agama itu taat pada pengajaran agamanya, maka mereka berbuat segala kebaikan sesudah menerima ajaran agama mereka. Ini tidak berarti perbuatan-perbuatan dosa sebelum itu sudah bisa diselesaikan. Jika seseorang berbuat baik menurut agama mereka, dan sampai mati tidak berbuat dosa lagi, tetap belum membereskan soal dosa kemarin, kemarin dulu dan tahun-tahun yang silam dan waktu-waktu yang sudah lalu.
Agama mengajar manusia bermoral baik, tetapi Kristus menebus manusia keluar dari kuasa dosa dan kuasa setan. Inilah perbedaan agama dan Injil Yesus Kristus. Jikalau orang Kristen tidak mengenal keunikan dan inti dari istilah penebusan ini, kita tidak mungkin berperang dengan semangat, api yang murni, dan ketekunan tanpa henti untuk melayani Tuhan.
Di dalam kematian Kristus, fokus terpenting adalah keunikan Oknum yang telah menderita kematian ini. Siapakah Dia yang dipaku di atas kayu salib? Golgota tidak hanya menyalibkan Yesus. Banyak orang yang dipaku di sana. Perampok-perampok yang diadili menurut hukum dari Romawi dipaku, digantung dan dibunuh di sana. Yesus bukan orang pertama yang disalibkan. Menurut catatan sejarah, pada waktu Yesus berusia 11 tahun sudah lebih dari 100 orang Israel yang dipaku di atas kayu salib di Nazaret. Berarti Yesus yang masih kecil sudah mempunyai kesan: inilah nanti pengalaman yang harus diterimaNya, pada waktu Dia mengakhiri perjalanan dalam melaksanakan kehendak Allah sebagai Mesias.
Tetapi kesengsaraan Kristus lebih dari kesengsaraan penjahat yang disalib, sehingga Dia berteriak, "Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku?" Suatu kesengsaraan yang tidak mungkin dimengerti oleh rasio manusia, melampaui kemungkinan penganalisaan teologis. Martin Luther setelah berjam-jam merenungkan ayat itu pada satu hari Jumat Agung, tetap tidak mengerti, akhirnya dia berdiri, memukul meja dan berkata: "Siapakah yang dapat mengerti Allah Oknum Pertama meninggalkan Allah Oknum Kedua?" Siapakah yang mampu mengerti mengenai hal Allah meninggalkan Allah? Namun setiap orang Kristen yang tidak mengerti secara mutlak dan tuntas akan hal ini harus mengerti satu hal: Dia dibuang oleh Allah, supaya kita bisa diterima kembali oleh Tuhan Allah. Itulah Injil
Suatu kebenaran yang tidak ada di dalam agama-agama, di dalam filsafat, di dalam ilmu-ilmu pengetahuan mana pun yang ditemukan manusia melalui otak yang diberikan oleh Tuhan, untuk menyelidiki rahasia-rahasia kebenaran ciptaan Allah yang tersembunyi di dalam alam. Kematian Kristus harus kita renungkan terus menerus, menjadi dorongan kekuatan yang konsisten untuk menopang gereja. Salib Kristus adalah rahasia kemenangan dari jaman ke jaman bagi gereja Tuhan yang sejati.
Kematian Yesus Kristus di atas kayu salib mengandung empat arti:
  1. The sacrifice of the substitution (Pengorbanan yang menggantikan)
Di dalam Alkitab konsep yang penting ini keluar dari mulut Yesus Kristus sendiri, Dia berkata: "... Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45). Yesus Kristus sendiri menyatakan konsep penggantian ini, yang saya sebut -- The sacrifice of substitution -- karena penggantian ini tidak mungkin dikerjakan oleh orang lain. Tidak ada kematian malaikat yang bisa diterima untuk mengganti kita. Orang yang paling suci sekalipun, tidak ada yang cukup layak menjadi pengganti bagi kita kecuali Anak Allah sendiri. Allah mencari di tengah-tengah manusia adakah seorang yang cukup baik? Tidak seorangpun. Semua sudah berada di bawah murka Allah. Di mana lagi Allah mau mencari? Satu-satunya yang layak untuk menerima hukuman Allah menggantikan manusia adalah Oknum Kedua dari Allah Tritunggal itu sendiri.
Konsep ini sudah keluar dari mulut Kristus, yang kemudian dikembangkan oleh Paulus di dalam teologinya. Paulus berkata: "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita (II Korintus 5:21) Ini adalah salah satu ayat yang paling sulit dimengerti oleh rasio dan sulit dimengerti dan dijelaskan di dalam Hermenutika. Mengapa? Apa artinya yang tidak mengenal dosa dibuatNya menjadi dosa? Inilah penerobosan dari Yang Kekal ke sementara, dari Yang Tidak Berdosa menjadi berdosa. Allah sendiri yang bekerja. Kristus, yang tidak berdosa, menggantikan kita, yang berdosa. Kita yang berdosa sekarang boleh dilepaskan, dibebaskan dari hukuman dosa, karena Kristus telah menjadi penanggung dosa kita masing-masing. "Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus AnakNya sendiri dalam daging (Roma 8:3), "Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib...." (I Petrus 2:24). Jelas sekali, baik dari Petrus, Paulus, ataupun dari Yesus Kristus, maka substitution ini merupakan sesuatu penegakkan teologi yang tepat.
Di dalam aliran teologi Liberal, khususnya teologi Jerman pada abad ke 19, banyak orang mulai menolak sifat substitusi ini. Mereka hanya mau mendirikan teologi di atas dasar moral Yesus. Teologi tidak boleh dibangun di atas dasar moral, sebaliknya moral harus dibangun di atas dasar teologi. Jika tidak maka tidak ada jalan yang sesungguhnya. Tuhan Yesus, bukan saja menjadi Guru moral yang terbaik atau Oknum yang hidup paling suci hidupNya di sepanjang sejarah, lebih dari itu, Yesus Kristus adalah Allah dan Tuhan yang datang menjadi manusia dan hamba, dengan tujuan untuk di salib. Suatu kematian yang bersifat mengganti.
  1. The sacrifice of the propitiation (Pengorbanan yang memulihkan)
Propitiation berarti pemulihan. Istilah propitiation yang dipakai dalam Kitab Suci bersangkut paut dengan kemarahan Allah, Allah adalah Allah Yang Mahasuci dan Mahaadil.Yesus Kristus datang ke dalam dunia, Dia akan menjalankan dan melaksanakan keadilan dan kesucian Allah yang mutlak. Tuhan Allah adalah Tuhan yang tidak berkompromi ataupun menoleransi dosa. Itu sebabnya Allah sangat murka yang tidak mungkin ditanggung oleh manusia. Siapa yang bisa berdiri di hadapan Allah dan dombaNya pada waktu Anak Domba Allah murka? Tidak ada orang yang bisa tahan berdiri di hadapanNya.
Pada waktu kemarahan Tuhan ditimpakan kepada orang berdosa, maka Kristus yang datang untuk menanggungnya. Di atas kayu salib Dia telah mengalami vakum kasih. Satu-satunya tempat, satu-satunya saat, satu- satunya peristiwa di mana tidak ada kasih sama sekali, adalah ketika Yesus disalib. Bukankah Allah mengasihi Dia? Pada waktu itu tidak. Saat itu Allah meninggalkanNya, sehingga Dia berteriak: "Eli, Eli lama sabakhtani? AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" Yesus ditinggalkan Allah. Saat itulah vakum kasih. No love of God is there. Bukankah manusia-manusia yang bersimpati dan mengasihiNya mengelilingi salib dan memberikan hiburan kepadaNya? Saya menjawab: "Tidak!" Pada waktu Yesus berada di kayu salib, cinta dari manusia tidak mungkin sampai kepadaNya. Karena Dia sedang menanggung dosa mereka, sehingga dosa mereka yang datang kepada Kristus, kemurkaan Allah yang ditimpakan kepada Kristus. The absolute vacum of love is in the cross.
  1. The sacrifice of redemption (Pengorbanan yang menebus)
Kematian Yesus Kristus bersifat penebusan. Apa artinya redemption? Apa artinya atonement? Di dalam bahasa Inggris atonement bisa dipisah menjadi at one ment yang berarti menjadi satu. Di dalam penebusan Dia membayar harga tunai yang tinggi dan sangat berharga sehingga nilai kita ditegakkan, dan kita mengetahui bahwa kita bernilai. Berapa besarkah nilai manusia? berapa mahalkah nilai jiwa manusia? Alkitab Perjanjian Lama memberikan sesuatu rumusan mengenai nilai jiwa manusia di dalam Kejadian 9:6: "Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia....", ini berarti man is equal to man, manusia nilainya sama dengan manusia. Di dalam Perjanjian Baru rumus yang lain diberikan mengenai nilai manusia, rumus yang baru dikatakan oleh Yesus Kristus: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?" Di dalam kalimat tantangan dari Kristus ini, kita melihat betapa bernilainya jiwa. Seorang manusia lebih bernilai daripada seluruh dunia. Lebih jelas lagi di dalam I Petrus 1:18,19 yang berbunyi: "... kamu telah ditebus... bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus ... yang tak bercacat."
Darah Kristus menjadi tebusan di mana jiwa kita boleh kembali kepada Tuhan Allah. Penetapan nilai jiwa manusia adalah setinggi darah Kristus. Hak azasi manusia yang diperjuangkan di PBB, yang diperjuangkan oleh Jimmy Carter, yang diperjuangkan di Helsinki, belum pernah menjadi standar yang lebih tinggi dari Kitab Suci. Mereka mengenal manusia tidak lebih tepat dari apa yang Tuhan katakan. Karena Allahlah yang menciptakan manusia, maka Dia yang paling tahu dimana dan berapa besar nilai manusia. Nilai manusia sedemikian berharga sampai jikalau bukan Anak Allah sendiri mati bagi mereka, mereka tidak bisa ditebus dan tidak bisa kembali kepada Tuhan.
  1. The sacrifice of the reconciliation (Pengorbanan yang mendamaikan)
Reconciliation berarti memperdamaikan. Pada waktu Kristus mati, harga sudah dibayar, kita ditebus kembali. Pada waktu Yesus Kristus mati, kebencian sudah ditanggung, dan segala kemarahan sudah dihentikan, kita berdamai kembali dengan Tuhan Allah Bapa di dalam surga. Satu pertanyaan yang perlu kita pikirkan adalah Kristus membayar harga untuk menebus kita, harganya dibayar kepada siapa? Iblis atau Allah Bapa atau dunia? Pertanyaan ini baru pada abad ke X dapat dijawab tuntas. Abad I teolog-teolog mempunyai pikiran yang berbeda-beda. Tertullian (abad II) mengatakan: "Membayar harga yang tunai kepada setan, supaya tangan setan tidak lagi bisa memegang kita, dan kita keluar dari tangannya." Tetapi abad XI seorang yang bernama Anselm menulis buku yang berjudul "Mengapa Allah Menjadi Manusia?" Di dalam bukunya mengatakan, "Kepada siapa kita berhutang?" Jika Allah membayar kepada setan, seolah-olah ada persekongkolan antara Allah dengan setan.
Pada waktu kita berdosa, kita berhutang atas kemuliaan Allah. "Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah." (Roma 3:23) Hutang kemuliaan berarti kehilangan kemuliaan. Dosa tidak bisa dimengerti hanya dari sudut perbuatan dan etika yang kurang baik. Dosa harus dimengerti lebih dari etika dan perbuatan secara lahiriah ke dalam motivasi yang tidak benar. Tetapi Alkitab memberikan ajaran jauh lebih tinggi dari semua filsafat etika dunia dan agama-agama yang lain. Alkitab memberikan jawaban kepada kita, dosa adalah kekurangan kemuliaan, di mana kekurangan kemuliaan itu terjadi itulah dosa. Sekarang setelah kita berhutang kemuliaan Allah, siapa yang bisa membayar kembali?


Manusia berhutang kepada Allah yang tidak terbatas. Kristus yang tidak terbatas satu-satunya yang mungkin membayar. Tetapi mengapa waktu Yesus Kristus membayar, kita terlepas dari tangan setan? Karena waktu setan memiliki kita itu bukan dengan hak milik asli. Hak milik setan bukan hak milik asli. Pada waktu kita dimarahi oleh Tuhan, kita dibuang, setan langsung menguasai kita dengan hak yang tidak sah. Dia telah merongrong, telah memiliki manusia dan memojokkan manusia untuk melawan Allah lagi. Tetapi Allah Yang Mahakuasa jauh lebih besar kuasaNya dari setan. Sehingga setelah Kristus membayar lunas hutang kemuliaan dan kesucian kita kepada Allah, di situ Allah berkata: "Aku menerima engkau kembali."
Karena Allah menyatakan, "Aku menerima engkau kembali", pemilik yang tidak sah harus melepas milik yang bukan miliknya. Itu sebab semacam kematian yang bersifat menebus kita, kematian yang bersifat memperdamaikan kita, yaitu Allah yang mempunyai keadilan, kesucian, sekarang karena telah disingkirkan melalui propisiasi itu. Maka Dia mampu memberikan pengampunan kepada kita, pengampunan itu mengakibatkan kita boleh berdamai lagi dengan Tuhan Allah, itu disebut reconciliation. Demikianlah hasil laporan baca saya ini, saya ucapakan terimakasih Tuhan Yesus memberkati.


Baca Juga